Piramida Itu Bernama Tunuha, dibakar serta dido’akan
Yup, nanti dulu, ini bukan tentang piramida seperti di Mesir, akan tetapi sebuah Kuliner khas suku Muna yang pembuatannya terbilang unik.
Keunikan tunuha bukan saja dari proses pembuatannya, bahkan rasanyapun seakan menggoda kita untuk terus mengunyanya hingga habis. rasa ubi, gula merah dan kelapa membaur menjadi satu.
Tunuha, merupakan kuliner berbahan ubi kayu yang dicampur dengan bahan alami lainnya serta dikemas menggunakan bambu ataupun daun lalu kemudian dibakar di atas batu yang membara.
Oh, ia, pembuatan Tunuha ini tidak dilakukan setiap hari, biasanya usai panen ubi oleh petani di bulan September hingga pertengahan Desember. Hal ini juga sebagai ungkapan rasa syukur petani ubi kepada sang pencipta atas hasil panen yang sudah diberikan.
Proses pembuatannyapun dilakukan secara gotong royong, saling berbagi peran antara kaum lelaki dan perempuan terlihat pada saat membersiapkan tradisi Tunuha ini.
Tatkala kelompok perempuan mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari ubi kayu, gula merah, kelapa serta bahan lainnya untuk Tunuha, kelompok lelaki juga mempersiapkan lokasi pembakaran serta bahan-bahan yang dibutuhkan.
oh, ia, penentuan lokasi ini atau Katidaki, tidak asal dilakukan sembarang. Ada Imam (Modhi/orang yang memimpin doa) memandu pelaksanaan ini, tujuannya untuk memohon kepada sang pencipta agar pelaksanan tradisi tunuha berjalan baik dan lancar.
Acara ini adalah kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dilakukan hingga kini.
Manakala Tunuha yang sudah dikemas oleh kaum perempuan kedalam daun berbentuk Piramida ataupun yang telah terisi dalam bambu sudah siap, maka selanjutnya diantar ke lokasi pembakaran yang berupa lubang besar.
Luasnya lubang diukur berdasarkan banyaknya orang yang akan mengikuti tradisi tunuha. Semakin banyak pesertanya, semakin besar lubangnya.
Pada tahap selanjutnya mempersiapkan kayu dan bebatuan yang telah dikumpul lalu disusun serapih mungkin.
Diawal peletakan kayu dan pembakaran batu, semuanya dilakukan oleh Modhi lalu kemudian disusul oleh peserta atau masyarakat lainnya disekitar acara.
Kayu diletakkan dengan cara disusun berdempet karena di atas kayu akan diletakkan batu-batu Setelah itu kayu dan batu dibakar melalui celah lubang yang ada dibawahnya.
Selama proses pembakaran, sebagian laki-laki mempersiapkan dedaunan yang tebal, biasanya yang dipilih daun sukun dan daun jati.
Jika kayu dan batu telah terbakar secara keseluruhan maka daun-daun di atas berfungsi untuk menutupi uap kayu dan batu agar hawa panasnya tidak keluar.
Jika segalanya telah siap, maka satu persatu tunuha dimasukkan ke dalam lubang, selanjutnya ditutup dengan bara,
lalu dilapisi lagi dengan dedaunan, dan tahap akhir, lubang ditimbun dengan tanah, untuk kemudian, Tunuha akan dibiarkan di dalam lubang tanah selama semalam.
Di beberapa Desa yang juga melakukan tradisi ini, biasanya sembari menjaga tumpukan Tunuha yang dibakar, ada kegiatan kesenian seperti berbalas pantun yang di iringi alunan musik gambus dan Katou (alat musik pukul dari kayu yang disusun di kaki).
Setelah pagi harinya, gundukan tanah siap untuk dibuka. Lagi-lagi, Modhi dipersilahkan untuk membaca doa terlebih dahulu sebagai wujud rasa syukur kepada sang Pencipta, atas hasil panen. Dalam doanya juga diharapkan agar masyarakat dijauhkan dari marabahaya.
Sebenarnya bukan saja Tunuha yang menjadi makanan khas suku Muna, ada beragam kuliner warisan leluhur menjadi khasanah menu makanan daerah ini, seperti kambuse, Katumbu, Kabuto, lapa-lapa dan kambewe.
Jika anda berkunjung ke Kabupaten Muna, jangan lupa saksikan acara bakar Tunuha, sembari melihat situs gua purbakala Liangkobori juga layang-layang purba yang hingga kini masih lestari.
Penulis: Novrizal R Topa
Editor: Ridwan